PENGERTIAN PHK (PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA)
Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan
perusahaan/majikan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri,
pemberhentian oleh perusahaan atau habis kontrak.
PHK hanya dapat dilakukan bila kaidah-kaidah
yang terdapat dalam undang-undang dilanggar. Undang-undang ini membahas tentang
PHK, yang dilakukan oleh pengusaha agar pengusaha tidak memeberhentikan pekerja
secara sepihak dengan alasan-alasan tertentu.
Di dalam UU ini terdapat hal-hal yang tidak
dapat dijadikan sebagai alasan untuk pemutusan hubungan kerja, pegawai-pegawai
yang berhak mendapatkan PHK, pengajuan surat PHK oleh pengusaha kepada Panitia
Daerah, pesangon dan tunjangan.
PHK SEPIHAK
Perusahaan
dapat melakukan PHK apabila pekerja melakukan pelanggaran terhadap perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama (PKB). Akan tetapi sebelum
mem-PHK, perusahaan wajib memberikan surat peringatan secara 3 kali
berturut-turut. Perusahaan juga dapat menentukan sanksi yang layak tergantung
jenis pelanggaran, dan untuk pelanggaran tertentu, perusahaan bisa mengeluarkan
SP 3 secara langsung atau langsung memecat. Semua hal ini diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahan masing-masing. Karena setiap perusahaan
mempunyai peraturan yang berbeda-beda.
Selain
karena kesalahan pekerja, pemecatan mungkin dilakukan karena alasan lain.
Misalnya bila perusahaan memutuskan melakukan efisiensi, penggabungan atau
peleburan, dalam keadaan merugi/pailit. PHK akan terjadi karena keadaan diluar
kuasa perusahaan.
Bagi pekerja
yang diPHK, alasan PHK berperan besar dalam menentukan apakah pekerja
tersebut berhak atau tidak berhak atas uang pesangon, uang penghargaan dan uang
penggantian hak. Peraturan mengenai uang pesangon, uang penghargaan dan
uang penggantian hak diatur dalam pasal 156, pasal 160 sampai pasal 169 UU No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
PERJANJIAN KERJA
Menurut pasal 61 Undang – Undang No. 13 tahun 2003
mengenai tenaga kerja, perjanjian kerja dapat berakhir apabila :
- pekerja meninggal dunia
- jangka waktu kontak kerja telah berakhir
- adanya putusan pengadilan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
- adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Jadi, pihak yang mengakhiri perjanjian kerja sebelum
jangka waktu yang ditentukan, wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya
sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu
perjanjian kerja.
Menurut UU No. 13 tahun 2003 mengenai
Ketenagakerjaan, pihak perusahaan dapat saja melakukan PHK dalam berbagai
kondisi seperti di bawah ini:
a.
Pekerja
melakukan kesalahan berat
Pekerja yang
diputuskan hubungan kerjanya berdasarkan kesalahan berat hanya dapat memperoleh
uang pengganti hak sedang bagi pekerja yang tugas dan fungsi tidak mewakili
kepentingan perusahaan secara langsung,selain memperoleh uang pengganti, juga
diberikan uang pisah yang besarnya diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan
Perusahaan, dan atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
b.
Pekerja
ditahan pihak yang berwajib
Perusahaan
dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap pekerja setelah 6 (enam)
bulan tidak melakukan pekerjaan yang disebabkan masih dalam proses pidana.
Dalam ketentuan bahwa perusahaan wajib membayar kepada pekerja atau buruh uang
penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ditambah uang pengganti hak,
apabila Pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum 6 (enam) bulan dan pekerja
dinyatakan tidak bersalah, perusahaan wajib mempekerjakan kembali.
c.
Perusahaan
mengalami kerugian
Apabila
perusahaan bangkrut dan ditutup karena mengalami kerugian secara terus menerus
selama 2 (dua) tahun, perusahaan dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja
terhadap pekerja dan perusahaan wajib memberikan uang pesangon 1 (satu) kali
ketentuan dan uang pengganti hak.
d.
Pekerja
mangkir terus menerus
Perusahaan
dapat memutuskan hubungan kerja apabila pekerja tidak masuk selama 5 hari
berturut-turut tanpa keterangan tertulis yang dilengkapi bukti-bukti yang sah
meskipun telah dipanggil 2 kali secara patut dan tertulis oleh perusahaan.
Dalam situasi seperti ini, pekerja dianggap telah mengundurkan diri.
e.
Pekerja
meninggal dunia
Hubungan
kerja otomatis akan berakhir ketika pekerja meninggal dunia. Perusahaan
berkewajiban untuk memberikan uang yang besarnya 2 kali uang pesangon, 1 kali
uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak.
f.
Pekerja
melakukan pelanggaran
Pelanggaran
terhadap perjanjian yang ada tentunya ada sangsi yang berupa teguran lisan atau
surat tertulis, sampai ada juga yang berupa surat peringatan. Sedang untuk
surat peringatan tertulis dapat dibuat surat peringatan ke I, ke II, sampai ke
III.
UANG PENGGANTIAN HAK
Uang penggantian hak yang seharusnya diterima
berdasarkan pasal 156 UU No. 13 Tahun 2003 :
- Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
- Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja
- Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat
- Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusanaan atau perjanjian kerja bersama
Komponen
upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon, uang penghargaan
masa kerja, dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima yang tertunda,
terdiri atas :
- upah pokok
- segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan kepada pekerja dan keluarganya, termasuk harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja/buruh secara cuma-cuma, yang apabila catu harus dibayar pekerja dengan subsidi, maka sebagai upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh pekerja.
Sumber
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja
CONTOH
KASUS PHK
JAKARTA: Mantan karyawan PT Siemens Indonesia, Stephen Michael Young,
menggugat perusahaan tempatnya bekerja karena di Putus Hubungan Kerja
(PHK) sepihak, uang pesangon dan uang jasa lainnya belum dibayar.
Gugatan itu didaftarkan No: 85/PHI.G/2012/PN. JKT.PST tertanggal 14 Mei 2012 di Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Majelis hakim yang menyidangkan perkara ini Dwi Sugiarto.
Dalam perkara ini, Stephen Michael Young, melalui kuasa hukumnya Sapriyanto Refa, menguraikan tergugat tidak pernah mengakui penggugat sebagai karyawan tetap di perusahaannya. “Tapi sebagai pekerja selama 13 tahun secara terus menerus tanpa putus.”
Hal itu, lanjutnya, terkait pada perjanjian/kesepakatan kerja waktu tertentu yang dibuat dan ditandatangani antara penggugat dengan tergugat yang diperpanjang sebanyak delapan kali sejak 2001 hingga2011. Dengan kata lain, diperpanjang terus-menerus tanpa putus.
Ditambahkan, secara hukum, apabila tergugat ingin memutus/mengakhiri hubungan kerja dengan penggugat, maka harus ada pemberitahuan, alasan, dan harus ada penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, sebagaimana diatur dalam Pasal 151 ayat ( 3 ) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
“Ternyata pada 30 September 2011 tergugat melakukan pemutusan/pengakhiran hubungan kerja (PHK) penggugat tanpa pemberitahuan, tanpa alasan, tanpa adanya kesalahan, dan tanpa adanya penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Bukan hanya itu, gaji penggugat tidak dibayar tergugat."
"Secara hukum, PHK itu tidak sah dan batal demi hukum, sehingga tergugat harus membayar gaji terhitung sejak Oktober 2011 sampai dengan adanya putusan perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap, serta 2 kali uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak,” ungkap Sapriyanto.
Pada bagian lain, jawabannya dalam perkara itu penggugat menegaskan, bahwa dalil tergugat yang menyatakan penggugat bekerja pada tergugat ejak 01 Maret 2001 berdasarkan Employment Agreement adalah tidak benar.
“Yang benar, penggugat telah bekerja sejak 21 April 1998, berdasarkan Letter of Appointment tertanggal 21 April 1998 yang dibuat dan ditandatangani M. Hasler (Project Manager) dan Gunawan (Project Site Commercial) mewakili tergugat dengan Penggugat.”
Tidak Logis
Pada persidangan sebelumnya, jawaban kuasa hukum PT Siemens Indonesia Yanuar Aditya Widjanarko dari Kantor Hukum Adnan Kelana Haryanto & Hermanto (AKHH) menegaskan menolak dalil yang disampaikan penggugat dalam gugatannya yang dinilai tidak logis dan keliru.
Dalam jawaban disebutkan, bahwa dalil tentang selama masa kerja penggugat di tergugat telah melewati batas 3 tahun, kemudian oleh penggugat dianggap sebagai karyawan tetap, adalah sesuatu yang keliru.
Sebab, meski hubungan kerja antara penggugat dan tergugat menggunakan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), bukan berarti harus tunduk pada ketentuan PKWT, sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Hal itu, mengingat perjanjian dimaksud berdasarkan kesepakatan bersama, dan tidak melanggar ketentuan perundang-undangan Indonesia.
Oleh karena itu, menurut dalil tergugat, berdasarkan perjanjian kerja dan peraturan UU Ketenagakerjaan, maka PT Siemens Indonesia (tergugat) tidak pernah memiliki kewajiban hukum apapun. Baik untuk pemberitahuan, peringatan/teguran, uang pesangon, uang penghargaan maupun uang penggantian hak sebagaimana dituntut Stephen Michael Young. (Bsi)
Gugatan itu didaftarkan No: 85/PHI.G/2012/PN. JKT.PST tertanggal 14 Mei 2012 di Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Majelis hakim yang menyidangkan perkara ini Dwi Sugiarto.
Dalam perkara ini, Stephen Michael Young, melalui kuasa hukumnya Sapriyanto Refa, menguraikan tergugat tidak pernah mengakui penggugat sebagai karyawan tetap di perusahaannya. “Tapi sebagai pekerja selama 13 tahun secara terus menerus tanpa putus.”
Hal itu, lanjutnya, terkait pada perjanjian/kesepakatan kerja waktu tertentu yang dibuat dan ditandatangani antara penggugat dengan tergugat yang diperpanjang sebanyak delapan kali sejak 2001 hingga2011. Dengan kata lain, diperpanjang terus-menerus tanpa putus.
Ditambahkan, secara hukum, apabila tergugat ingin memutus/mengakhiri hubungan kerja dengan penggugat, maka harus ada pemberitahuan, alasan, dan harus ada penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, sebagaimana diatur dalam Pasal 151 ayat ( 3 ) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
“Ternyata pada 30 September 2011 tergugat melakukan pemutusan/pengakhiran hubungan kerja (PHK) penggugat tanpa pemberitahuan, tanpa alasan, tanpa adanya kesalahan, dan tanpa adanya penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Bukan hanya itu, gaji penggugat tidak dibayar tergugat."
"Secara hukum, PHK itu tidak sah dan batal demi hukum, sehingga tergugat harus membayar gaji terhitung sejak Oktober 2011 sampai dengan adanya putusan perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap, serta 2 kali uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak,” ungkap Sapriyanto.
Pada bagian lain, jawabannya dalam perkara itu penggugat menegaskan, bahwa dalil tergugat yang menyatakan penggugat bekerja pada tergugat ejak 01 Maret 2001 berdasarkan Employment Agreement adalah tidak benar.
“Yang benar, penggugat telah bekerja sejak 21 April 1998, berdasarkan Letter of Appointment tertanggal 21 April 1998 yang dibuat dan ditandatangani M. Hasler (Project Manager) dan Gunawan (Project Site Commercial) mewakili tergugat dengan Penggugat.”
Tidak Logis
Pada persidangan sebelumnya, jawaban kuasa hukum PT Siemens Indonesia Yanuar Aditya Widjanarko dari Kantor Hukum Adnan Kelana Haryanto & Hermanto (AKHH) menegaskan menolak dalil yang disampaikan penggugat dalam gugatannya yang dinilai tidak logis dan keliru.
Dalam jawaban disebutkan, bahwa dalil tentang selama masa kerja penggugat di tergugat telah melewati batas 3 tahun, kemudian oleh penggugat dianggap sebagai karyawan tetap, adalah sesuatu yang keliru.
Sebab, meski hubungan kerja antara penggugat dan tergugat menggunakan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), bukan berarti harus tunduk pada ketentuan PKWT, sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Hal itu, mengingat perjanjian dimaksud berdasarkan kesepakatan bersama, dan tidak melanggar ketentuan perundang-undangan Indonesia.
Oleh karena itu, menurut dalil tergugat, berdasarkan perjanjian kerja dan peraturan UU Ketenagakerjaan, maka PT Siemens Indonesia (tergugat) tidak pernah memiliki kewajiban hukum apapun. Baik untuk pemberitahuan, peringatan/teguran, uang pesangon, uang penghargaan maupun uang penggantian hak sebagaimana dituntut Stephen Michael Young. (Bsi)
SUMBER :
http://www.bisnis.com/articles/kasus-phk-mantan-karyawan-gugat-siemens
0 comments:
Post a Comment