Arsitektur Candi
Secara harfiah Candi bisa ditafsirkan sebagai bangunan yang digunakan untuk keperluan pemakaman, atau bahkan sebagai makam.
Konsep Arsitektural Candi
Struktur bangunan candi terdiri dari tiga bagian yang melambangkan kosmologi atau kepercayaan terhadap pembagian dunia sebagai satu kesatuan alam semesta yang sering disebut dengan ‘Triloka’ terdiri dari dunia manusia (bhurloka), dunia tengah untuk orang-orang yang disucikan (bhuvarloka) kemudian dunia untuk para dewa (svarloka). Ketiga tingkatan ini, dalam struktur candi adalah digambarkan sebagai bagian kaki, badan dan kepala. Arsitektur candi sering juga diidentikan dengan makna perlambangan Gunung Meru. Dalam mitologi Hindu-Buddha, Gunung Meru adalah sebuah gunung di pusat jagat yang berfungsi sebagai pusat bumi dan mencapai tingkat tertinggi surga. Keyakinan seolah-olah mengatakan bahwa gunung sebagai tempat tinggal para dewa.
Pada bangunan candi di Indonesia, selain berbagai macam arca Budha dan para dewa yang terdapat di ruang dalam candi, elemen atau bagian bangunan yang terdapat pada arsitektur candi baik candi Hindu dan Buddha, yaitu :
- kala-mekara :makhluk legenda yang diciptakan Siwa untuk membunuh seorang raksasa,sedang mekara adalah binatang mitologi berbelalai gajah, surai singa, paruh burung nuri, dan ekor seperti ikan, yang semuanya merupakan lambang air dan birahi.
- peripih : sebuah peti batu yang digunakan awalnya sebagai tempat abu jenazah seorang raja, kemudian pada kenyataan lain, peripih digunakan sebagai wadah untuk menaruh unsur-unsur yang melambangkan dunia materi.
- stupa : unsur perlambang Buddha dengan bentuk setengah bulatan
- ratha : (mahkota)
- lingga dan yoni : sepasang relief atau monumen yang terdapat pada candi Hindu Siwa. Lingga terdiri dari silinder terpadu atau berdiri diatas dasar yang disebut yoni.
Teknik Konstruksi dan Pembangunan Candi
Bangunan candi di Indonesia umumnya dibangun dengan cara a joint vif, yaitu bebatuan yang saling ditumpuk diatasnya tanpa ada bahan pengikat. Pada awalnya teknik penumpukan batu dilakukan dengan cara membuat perkuatan dengan memotong bagian balok batu untuk membuat semacam lidah dan tekukan yang saling mengunci dengan balok-balok yang bersebelahan baik secara mendatar maupun ke atas. Padaawal abad ke-9, ahli bangunan Jawa menggunakan teknik India mengenai dinding batu berdaun ganda. Jawamerupakan satu-satunya wilayah di Asia Tenggara yang menggunakan cara konstruksi seperti ini.
Teknik ini memerlukan pembuatan sepasang dinding sejajar dan pengisian rongga diantaranya dari puing atau dari batudengan bentuk yang tidak beraturan direkatkan dengan lumpur, kadang-kadang ditambah sedikit kapurseperti di Loro Joggrang. Lapisan luar batu biasanya diarahkan ke bagian luar dalam serangkaian bebatuanmenggantung berjarak tidak rata yang menghasilkan kesan bagian luar bagikan dipahat atau di sesak.Setelah abad ke 9, teknik kontruksi candi agak sedikit berubah sejalan dengan peralihan pusat politik pada masa itu ke Jawa Timur.
Bentuk dan Tipe Candi Jawa Tengah Bentuk dan Tipe candi Jawa Timur
- Bentuk bangunan candi lebih tambun/lebar
- Atapnya nyata berundak-undak
- Puncaknya berbentuk ratna atau stupa
- Gawang pintu dan relung berhiaskan kala mekara
- Reliefnya timbul agak tinggi dan lukisannya naturalistik
- Letak candi di tengah halaman
- Kebanyakan menghadap ke Timur
- Bentuk bangunan candi lebih ramping
- Atapnya merupakan perpaduan tingkatan
- Puncaknya berbentuk kubus
- Makara tidak ada, dan pintu serta relung hanya ambang atasnya saja diberi kepala Kala
- Reliefnya timbul sedikit saja danlukisannya simbolis menyerupai wayang kulit
- Letak candi di bagian belakang halaman
- Kebanyakan menghadap ke Barat
- Kebanyakan terbuat dari bata
- Kebanyakan terbuat dari batu andesit
Sumber : Soekmono, 1973, vol.2, hal 86
Selain kedua bentuk dan langgam diatas, terdapat tipe lain dari candi yang berbeda yang sering disebut dengan pertirtaan dan candi padas. Kelompok ini dimasukan kedalam candi pada masa klasik akhir. Pentirtaan dan Candi padas yang terkenal adalah candi belahan di lereng gunung Penanggungan dekat Mojokerto, dikenal dengan candi berundak, candi Tikus di bekas kota Majapahit (abad ke-14), dan gunung kawi di Tampaksiring (Bali).
Candi Padas |
Kemudian ada lagi jenis bangunan candi yang berupa gapura, terdapat dua jenis gapura yaitu yang pertama, bagian pintu keluar masuk yang mana bagian tubuhnya terdapat lobang pintu,misalnya candi Jedong, candi Plumbangan, dan candi Bajang Ratu.
Candi Jedong |
Jenis gapura kedua, rupanya seperti bangunan candi yang dibelah dua atau disebut juga dengan candi bentar yang biasanya identik dengan seni bangunan pada masa Majapahit. Selain candi Waringin Lawang di Majapahit, juga terdapat di Kapal, Bali.
boleh dicantumin ga ka, referensinya, artikel kaka bagus, saya pengen masukin isinya di tugas saya
ReplyDelete